Minggu, 08 Maret 2009

dosa dosa besar

Dosa dosa besar
Sabda Rasulullah saw :
“Sebesar-besar dosa adalah menyekutukan Allah, membunuh manusia, durhaka pada ayah bunda, dan ucapan jahat atau kesaksian jahat.” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Limpahan Puji ke hadirat Allah Jalla wa ‘Ala. Maha Agung kerajaan-Nya, Maha Luhur Istana-Nya dan kemuliaan-Nya, Maha Megah istana-istana yang disiapkan untuk hamba hamba-Nya yang beriman. Istana-istana yang dibangun dan kekal abadi untuk menyambut Ahlu Laa Ilaaha illallah Muhammad Rasulullah (para Muslimin). Untuk menyambut hamba-hamba-Nya, istana-istana yang megah dan kekal telah dicipta dan dibangun atas Nama Cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Salah satu bukti cinta yang tertinggi dan salah satu anugerah yang melebihi segenap anugerah Allah ini adalah (Dia Allah SWT sebagai) Samudera kelembutan di alam semesta ini yang selalu membasahi jiwa hamba-hamba-Nya dengan iman, yang membasahi hamba-Nya dengan rahmat dan anugerah sepanjang waktu dan zaman. Allah SWT Yang Maha Tunggal dan Abadi, Maha Sempurna dan Luhur, Maha Bercahaya menerangi jiwa hamba-hamba-Nya dengan cahaya khusyu’, dengan cahaya sujud, dengan cahaya munajat hingga ketika cahaya itu terbit pada jiwa dan sanubari mereka, maka tiada akan pernah berhenti indahnya bermunajat memanggil Nama Allah SWT.

Ingin dekat dengan Allah, ingin selalu dicintai oleh Allah, ingin selalu merindukan Allah dan selalu hari-harinya dipenuhi dengan bayang-bayang perjumpaan terindah dengan Allah SWT. Demikianlah jiwa-jiwa yang mulia dan luhur, demikian sanubari yang dicintai dan dimanjakan Allah SWT.

Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah.
Sampailah kita di malam hari ini yang masih menyaksikan indahnya kasih-sayang Allah SWT dengan tuntunan Sang Nabi SAW. Salah satu bentuk rahmat Allah SWT yang terbesar adalah kebangkitan Sayyidina Muhammad SAW yang dengan tuntunannya (Nabi SAW) berlimpahlah kasih-sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya di masa ummat ini. Dan demikian banyaknya hamba yang diampuni, demikian banyaknya hamba yang terangkat dari kegelapan menuju terang-benderang dan keindahan. Sedemikian banyak nama yang sampai ke dalam surga. Sedemikian banyak nama yang terangkat dari neraka. Sedemikian banyak kebahagiaan dan kemakmuran kekal sampai kepada mereka. Inilah bentuk rahmat Ilahi dengan kebangkitan Sayyidina Muhammad SAW.

Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah,
sampailah kita di malam hari ini dengan hadits agung dan tuntunan tertinggi dari semua tuntunan. Bimbingan paling sempurna sepanjang waktu dan zaman. Tuntunan Muhammad Rasulullah SAW yang setiap ucapan-ucapan beliau merupakan cahaya wahyu Ilahi, yang setiap apa yang beliau ajarkan akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sampailah sabda ini kepada kita, “Akbarul kabaair Al Isyraak billahi,” dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah. Ketika seorang hamba menyembah selain Allah SWT maka itu adalah dosa yang paling besar. Durhaka kepada Allah karena pada hakikatnya tiada satu pun makhluk di alam terkecuali diciptakan Allah SWT. Dan tiada pencipta selain Allah SWT. Maka ketika hamba-Nya mengakui ada Tuhan selain Allah SWT, itu adalah sebesar-besarnya dosa. Bentuk-bentuk dari mempersekutuan Allah SWT adalah mengakui adanya Tuhan yang disembah selain Allah.

Mengenai hal-hal yang sering dituduhkan oleh sebagian saudara kita tentang pengagungan Sang Nabi SAW dan pengangungan para ulama dan hal itu mereka katakan sebagai menduakan Allah SWT, tentunya hal itu pemahaman yang keliru. Karena mencintai Sang Nabi SAW justru adalah bentuk kesempurnaan iman dan demikian mencintai para penerus beliau (Nabi SAW). Demikian pula memuliakan orang tua kita.

Satu-satunya dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT adalah menduakan/menyekutukan Allah SWT. Yang dimaksud di dalam hadits itu bukan berarti orang yang menyembah selain Allah SWT itu tidak akan pernah mendapatkan pengampunan. Tentunya sudah pasti mendapatkan pengampunan jika bertaubat. Tetapi yang dimaksud Allah SWT tidak akan memberikan pengampunan kepada hamba-Nya seandainya ia tidak mau bertaubat. Beda dengan para pendosa lainnya, dosa mereka bisa dikikis dengan musibah, atau dengan siksa kubur, atau dengan siksa neraka, tetapi akhirnya mendapat pengampunan Allah SWT. Namun bagi yang menyekutukan Allah SWT tidak mendapat pengampunan Allah SWT, terkecuali mereka bertaubat. Jika mereka bertaubat, maka pengampunan Allah SWT sampai kepada mereka. (Dan dosa syirik ini dapat menghapus segala pahala ibadah yang dikerjakan sebelumnya. Seperti halnya rumah, jika pondasinya hancur, maka hancurlah seluruh rumah beserta isinya. Admin)

Yang kedua adalah qatlunnafs, yaitu membunuh. Membunuh seorang muslim dengan sengaja, bukan dengan tidak sengaja, maka ini adalah salah satu dari dosa yang paling besar. Dan ini adalah dosa yang paling besar nomor dua setelah menyekutukan Allah SWT.

Yang ketiga adalah ‘Uququl walidain, orang-orang yang durhaka kepada ayah ibunya. Durhaka kepada salah satunya juga merupakan bentuk dari dosa durhaka kepada ayah atau ibunya.

Al-Imam Ibn Hajar Al-Atsqalani di dalam kitabnya Fathul Bari bi Syarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘uququl walidain (durhaka kepada ayah dan bunda) bukanlah tidak menuruti atau tidak mengikuti perintah ayah dan bunda. Boleh saja tidak taat pada ayah dan ibu, tetapi yang dilarang adalah mengecewakan dan menyakiti mereka. Jadi Al-Imam Ibn Hajar menukil ucapan Imam Nawawi ra bahwa tidak semua perintah ayah dan ibu itu muthlaq harus ditaati. Tetapi yang menjadi dosa besar adalah menyakiti mereka walaupun taat. Bisa saja seorang anak taat pada ayah dan ibunya tetapi dengan cara yang menyakiti. Ini termasuk kedalam durhaka pada ayah dan bunda.

Oleh sebab itu hadirin hadirat, dijelaskan tidak taat kepada ayah dan ibu, selama tidak menyakiti mereka, bukan termasuk ke dalam durhaka kepada ayah dan bunda. Barangkali terkena dosa, tidak taat terkena dosa, tapi bukan durhaka. Kalau durhaka adalah menyakiti perasaan mereka. Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, Rasul SAW juga memerintahkan bakti kepada ayah dan bunda walaupun mereka non muslim. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari, ketika salah seorang istri beliau (Nabi SAW) bertanya , “Bagaimana jika seseorang didatangi oleh ayahnya yang masih musyrik? Apakah boleh disambut?” Maka Rasul saw menjawab “Boleh, sambutlah kedatangannya.” Demikian diperintahkan oleh Nabiyyuna Muhammad SAW. Karena bakti kepada ayah dan bunda itu adalah rasa terima kasih atas jasa yang besar dari mereka yang telah melahirkan kita, membesarkan kita dan yang telah membimbing kita.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Rasul SAW meletakkan ganjaran bakti kepada kedua orangtua ini dalam satu tingkatan dengan jihad fi sabilillah. Bahkan di dalam riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa bakti kepada kedua orangtua lebih besar dari jihad fisabilillah. Sebagaimana salah satu riwayat ketika salah seorang pemuda datang kepada Rasul SAW seraya meminta izin untuk ikut berjihad dan Rasul SAW bertanya, “Afiika abawaan? Apakah kau punya ayah ibu?” Maka pemuda itu menjawab, “Ya, punya.” Rasul saw bertanya lagi, “Kayfa taraktahuma? Bagaimana (keadaan mereka ketika) kau tinggalkan mereka?”
Maksudnya apakah ridho dengan keberangkatanmu atau tidak? Maka pemuda itu menjawab, “Taraktu humaa wa humaa yabkiyaan. Aku tinggalkan ayah bundaku dalam keadaan menangis.” Maka Rasul SAW menjawab, “Irja’ ilayhimaa (Kembali engkau kepada keduanya). Fa adh-hik humaa kamaa abkayta humaa (Buatlah mereka tersenyum sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis). Fa fii himal-jihad (Maka di dalam perbuatan itu terdapat pahala jihad).” Sekarang engkau harus berusaha membuat mereka tersenyum dan senang. Dan di dalam perbuatan itu terdapat pahala jihad. Demikian indahnya bakti kepada ayah dan bunda yang Rasul SAW katakan bahwa hal itu merupakan salah satu dari bentuk jihad fi sabilillah.

Muncul banyak pertanyaan beberapa saudara-saudara kita. Pertanyaan muncul pada saya melalui email maupun website tentang kekecewaan atas perbuatan ayah atau ibunya. Ayahku buruk perbuatannya atau ibuku buruk perbuatannya, bagaimana? Apakah saya boleh membencinya?

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
tiada sepantasnya seorang anak mengecewakan atau menghina ayah dan ibunya walau ia seorang yang pendosa, misalnya. Sepantasnya seorang anak berkata “Sebesar apapun kesalahanmu atau bagaimanapun orang membencimu, aku tetap anakmu yang akan tetap mencintaimu dan ingin engkau kembali kepada kemuliaan.” Demikian sepantasnya setiap anak. Orang lain mau mencaci ayahku, aku tidak akan mencaci ayahku sendiri. Aku akan cinta dan bakti pada ayahku sendiri, apapun perbuatannya. Jika ayah ataupun ibu perbuatannya adalah dosa besar tentunya mereka bukan tanggung jawab kita untuk mendidik mereka, karena mereka mempunyai ayah dan bunda yang bertangung-jawab. Dan Allah SWT Maha Menghakimi dan tiadalah kita diperintah untuk menghakimi ayah bunda kita ketika ayah ibu kita berbuat salah. Maka tegurlah dengan kelembutan dan kasih-sayang atau jika tidak, doakanlah sebanyak banyaknya dan dalam perbuatan itu ada perbuatan jihad.

Karena apa? Tadi hadits yang kita dengar Rasul SAW berkata, “Sebagaimana kau buat mereka kecewa maka buat mereka gembira dan tersenyum.” Maksudnya apa? Jadikan mereka mencintai dan merelakan kepergianmu dalam jihad untuk pemuda tadi. Dalam perbuatan itu, untuk membuat mereka yang awalnya benci perbuatan jihad fisabilillah sampai dengan cinta kepada jihad fisabilillah, terdapat pahala jihad. Jadi kesimpulannya, kita mengambil makna dari hadits ini, jika kita mempunyai ayah atau ibu yang kurang baik perlakuannya dan kita berusaha membenahi dan mengembalikan mereka kepada kemuliaan dengan kelembutan, dengan kesopanan atau dengan doa dan munajat, maka pada perbuatan itu terdapat pahala jihad.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah.
Sungguh menyesal mereka kalau sudah kehilangan ayah ibunya. Tinggal penyesalan saja. Tidak bisa berbakti kepada ayah dan ibunya. Hati-hati kepada ayah kita, jangan sampai kita membenci ayah kita ini, perbuatannya kasar, tidak suka dengan majelis atau lainnya. Ingat.., di saat kita lahir ke muka bumi, belum ada teman, belum ada kekasih, belum ada siapapun. Ayah kita yang memeluk kita dan yang mengadzankan kita sambil menangis gembira atas kelahiran kita. Itu untuk Ayahanda kita dan lebih lebih lagi untuk Ibunda kita.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
yang keempat adalah qauluzzuur, yaitu ucapan-ucapan yang jahat, atau syahadatuzzuur yaitu sumpah-sumpah yang jahat. Maksudnya apa disini? Perbuatan dan ucapan seperti gunjingan atau cacian tidaklah termasuk ke dalam ucapan yang jahat (qauluzzuur) terkecuali sangat merugikan orang lain. Jadi membicarakan orang adalah berdosa tapi bukan qauluzzuur yg merupakan dosa terbesar diperingkat keempat, terkecuali kalau sudah betul-betul menjebak orang itu agar celaka. Ucapan jahat ini lebih dekat kepada fitnah. Satu ucapan-ucapan yang mencelakakan orang lain, ini salah satu dari dosa-dosa besar.

Al-Imam Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul Bari mencatat sekitar 70 dari dosa-dosa besar. Ini yang dosa besar diantaranya tadi adalah orang yang menyekutukan Allah, orang yang membunuh, orang yang durhaka kepada ayah dan ibunya dan orang yang mengucapkan kalimat-kalimat yang jahat. Ucapannya diucapkan untuk membuat orang lain menghina orang atau menjebak orang itu atau menipu orang itu. Ini disebut ucapan-ucapan yang jahat.

Kalau syahadatuzzuur adalah sumpah yang membawa kejahatan bagi orang lain. Jadi sumpah palsu itu belum sampai ke tingkat sumpah yang jahat. Sumpah palsu kalau untuk dirinya sendiri, tidak kena dosa besar. Kalau sumpah yang jahat, misalnya dikatakan mengenai orang yang tidak berzina, “Aku sumpah melihat ia berzina.” Nah ini sumpah yang jahat dan besar sekali dosanya di hadapan Allah SWT.
Jadi, hati-hati kalau kita berbicara misalnya lewat sms, lewat hubungan telepon atau dengan yang lainnya. Ucapan-ucapan yang menjebak orang lain, memfitnah orang lain, mengadu domba orang lain. Apakah hal seperti ini disebut ucapan jahat? Ini adalah dosa yang sangat besar dan hati-hati dengan perbuatan kita.

Sang Nabi SAW memberikan tuntunan kepada kita, seindah-indahnya tuntunan. Sehingga kita tahu mana ini yang dosa besar, mana dosa yang sangat dimurkai Allah SWT hingga kita akan menghindarinya. Kalau seandainya demikian banyaknya dosa-dosa yang kita perbuat, bagaimana kita bisa menghindari semua dosa. Maka yang mampu memberikan kekuatan hanyalah Allah SWT. Makin kuat iman dan cinta kita kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan semakin mencabut sifat-sifat buruk dari jiwa kita, dari ucapan kita, dari hari-hari kita. Ya Allah Yang Maha Terang Benderang menerangi kehidupan dan budi pekerti hamba-hamba-Nya dengan tuntunan Nabiyyuna Muhammad SAW. Demikian hadirin mengenai hadits ini.
Kemudian, salah satu ibadah yang sangat besar pahalanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad adalah bakti kepada ibu. Ketika Abdullah bin Umar ra didatangi seorang pendosa yang berkata, “Wahai ibn Umar, aku ini selalu berbuat dosa, tetapi aku mau tobat dan mau menebus dosaku, aku harus beramal apa?” Abdullah ibn Umar ra berkata, “Kau punya ibu?” Maka pemuda itu berkata “Sudah wafat.” Dijawab oleh Abdullah ibn Umar, “Ya sudah kalau sudah wafat, kau perbanyak ibadah saja.” Ketika pemuda itu pergi, orang yang disebelah ibn Umar bertanya, “Kenapa kau tadi tanya ibunya? Apa hubungannya ibu dengan dosa orang itu?” Maka Ibn Umar berkata, “Aku belum menemukan satu pahala yang bisa memupus dosa-dosa melebihi dari menyenangkan ibunda sendiri.” Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT.

Dan dijelaskan barangsiapa yang menginginkan keberkahan hidup, panjang umur dan rezki yang luas maka senangkanlah hati ibunya. Maka itu Allah akan bukakan baginya limpahan keberkahan.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah.
Dan disaat-saat ini, di bulan syawal yang diberkahi Allah SWT. Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim Rasul saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu diikuti dengan 6 hari puasa di bulan Syawal, maka seakan-akan ia puasa setahun penuh.” Jadi, puasa syawal 6 hari, setelah puasa Ramadhan, maka baginya pahala seakan-akan puasa setahun penuh (sepanjang tahun). Kenapa demikian hebatnya? Demikian anugerah-anugerah yang Allah limpahkan di bulan Syawal. Bulan yang sangat berdekatan dengan bulan yang sangat dicintai oleh Allah, yaitu bulan Ramadhan.

Al-Imam Nawawi Rahimahullah di dalam Syarah Nawawi ‘ala Shahih Muslim menjelaskan bahwa tidak disyaratkan puasa 6 hari di bulan Syawal itu harus di awal (tanggal 2 atau 3 Syawal). Tanggal berapa saja, mau 6 hari di awal, 6 hari di tengah, 6 hari di akhir atau dipisah-pisah, 1 hari dulu baru besok 2 hari, besoknya tidak puasa. Selama ia masih di bulan Syawal, ia puasa 6 hari, maka ia mendapatkan pahala itu dan tidak disyaratkan harus berurutan. Mau di akhir sama saja. Namun Imam Nawawi rah.a mengatakan bahwa afdholnya adalah berpuasa di awal setelah hari 1 Syawal atau setelah hari 2 Syawal. Karena 1 Syawal diharamkan berpuasa tentunya. Sebagaimana kita pahami.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
kemuliaan syawal. Dan Allah SWT tidak menyisakan 1 detik pun terkecuali tersimpan padanya rahasia anugerah yang demikian dahsyatnya. Dan demikianlah tuntunan manusia yang paling berlemah-lembut, Sayyidina Muhammad SAW. Manusia yang paling berkasih-sayang. Allah SWT sangat berkasih-sayang kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih dan Maha Pemaaf kepada para pendosa jika mereka mau meminta ampun dan maaf kepada Allah SWT. Maafnya Allah sangat luas dan demikian pula yang terlihat pada sosok Nabi-Nya, Nabi Muhammad SAW. (Barangsiapa telah melihat Nabi, maka dia telah melihat Allah. Barangsiapa mengenal Nabi, maka dia telah mengenal Allah. Bukannya Nabi adalah Allah. Tetapi apa yang ada pada Allah terlihat pula pada Nabi. Karena Nabi tidak berakhlaq kecuali dengan apa yang dilihatnya pada Allah. Tetapi Allah lebih besar Kasih-Sayang-Nya, dan lebih Indah lagi. Demikianlah Allah mendidik Nabi, dan pendidikan Allah kepada Nabi itu begitu indah. admin)

Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, dikatakan bahwa seorang pemuda datang kepada Rasul SAW dan berkata “Wahai Rasul, aku telah berbuat dosa sangat besar. Aku minta hukuman.” Di saat yang sama, iqamah shalat dikumandangkan dan Rasul SAW tidak menjawabnya. Beliau (Nabi SAW) buang muka dari pemuda itu dan terus melaksanakan sholat jamaah. Sang pemuda menangis, “Aku datang untuk bertaubat. Betapa jahatnya dosaku sampai Rasul tidak dengar ucapanku malah terus melakukan sholat saja.” Tidak dijawab “ya” tidak pula diberi hukuman. Maksudnya apa ia menginginkan hukuman? Agar terhapus dosa-dosanya. Selesai saja hukuman, maka aku bisa tenang, maksudnya begitu. Ini minta hukuman atas dosa, malah tidak dijawab oleh Rasul SAW. Berarti aku ini betul-betul orang yang paling jahat, minta hukuman saja Rasul SAW masih tidak perduli dan meneruskan sholatnya. Selesai sholat, maka pemuda itu dipanggil oleh Rasul SAW, wajahnya sudah sembab dengan airmata penuh kesedihan. Sepanjang sholat penuh tangisan. Karena apa? Ucapannya tidak diperdulikan oleh Rasul SAW saat ia minta hukuman agar dosanya dihapus. Maka Rasul SAW berkata, “Engkau tadi yang minta hukuman atas dosa-dosamu?” Ia berkata, “Benar ya Rasulullah!” Rasul SAW bertanya lagi, “Kau tadi sholat berjama’ah bersama kami?” Pemuda itu menjawab, “Benar ya Rasulullah.” Rasul SAW menjawab, “Allah SWT sudah hapuskan dosa-dosamu karena kau tadi ikut sholat berjamaah.”

Demikian indahnya budi pekerti Nabiyyuna Muhammad SAW. Orang datang minta dihukum karena dosa malah Rasul SAW mendiamkannya. Maksudnya apa? Agar ikut sholat berjamaah dulu. Selesai sholat berjamaah, Allah SWT mengampuni dosa dengan hadirnya seseorang dalam sholat berjamaah. Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalani di dalam kitabnya Fat-hul Bari bi Syarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa Rasul SAW pasti sudah tahu tentang dosa orang itu, karena Rasul SAW tidak akan sembarangan mengatakan Allah sudah mengampuni dosamu, kalau Rasul SAW tidak tahu betul bahwa dosa itu benar sudah diampuni. Rasul SAW sudah tahu dosa orang itu dan memang Allah sudah membenarkan taubatnya dan sudah menghapus dosanya. Dan di dalam riwayat itu juga tersimpan kemuliaan shalat berjamaah.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah.
Semoga Allah SWT memuliakan hari-hari kita, membenahi hari-hari kita, Ya Rahman Ya Rahim telah kami lewati kemuliaan Ramadhan, telah kami lewati kemuliaan Idul Fitri, jangan Kau lewatkan 1 butir pun kemuliaan itu kecuali Kau sampaikan kepada kami. Engkau beri kesembuhan yang sakit dari kami dan Kau beri kemudahan bagi yang ditimpa kesulitan di antara kami. Dan Kau kabulkan segenap hajat hajat kami.

Ya Rahman Ya Rahim Wahai Yang Maha Bercahaya siang dan malam menerangi hamba-hamba-Nya dengan kemudahan dan kebahagiaan. Wahai Nama Yang Maha Luhur melebihi indahnya segenap nama. Wahai Nama Yang Maha Abadi. Wahai Nama yang menyiapkan anugerah yang kekal dan abadi untuk hamba-hamba-Nya yang selalu bertaubat dan memanggil Nama-Mu.

Hadirin-hadirat “Man ahabba syai’an, katsura dzikrahu.” Barangsiapa yang mencintai sesuatu akan banyak-banyak menyebutnya. Maka cintailah Allah, banyaklah menyebut Nama Allah. Semoga Allah SWT memasukkan kita ke dalam kelompok orang-orang yang mencintai-Nya. Ya Rahman Ya Rahim terangi jiwa kami dan hari-hari kami dengan cahaya kemudahan, dengan cahaya kebahagiaan. Jangan kecewakan hamba yang memanggil Nama-Mu dan menyebut Nama-Mu dan mengingat keindahan Mu.

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Dzaljalali wal ikram Ya dzaththauli wal in’am. Allah SWT berfirman, “Ingatah kalian pada-Ku dan Aku akan mengingat kalian, sebutlah Nama-Ku dan Aku akan mengingat nama-nama kalian.” Ingatlah nama-nama kami Ya Rahman Ya Rahim Ya dzaththauli wal in’am terbitkan kebahagiaan bagi kami siang dan malam kami, hidup dan wafat kami Ya Rahman terbitkan matahari kebahagiaan yang tiada pernah padam, limpahi kami dengan kemakmuran, limpahi kami dengan cahaya iman atas muslimin muslimat zhahiran wa bathinan.

Wassalamu ’alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar